Jumat, 08 Oktober 2010

Menangislah...

Aku berjalan kelu, langit mendadak runtuh dengan tiang tempat memegang kendali tiba-tiba ambruk. selancar yang kupegangi sendari dulu terlepas ikut bersama beliung siang bolong yang mendadak mampir di tiap baris ceitaku kali ini. lunglai, lesu, lemas, tiada gairah... beberapa bulir air mata bahkan sudah tak tahan untuk keluar. berjuang keras aku menahan buncah kesal di hati...

ini adalah kali yang kesekian mungkin, bahkan aku tak kuasa menghitung entah ini air mata yang keberapa, aku menangis tentu, tidak rela, sedih, terluka, kecewa... Aaku jatuh cinta lagi. bahkan dibalik itu semua akupun bertanya dalam hati, mencoba mengikhlaskannya meski berat, merenungi tiap hari yang selama ini kulewati tanpa sedikitpun bayangnya... dan jawabannya sungguh ironis, aku masih menyayanginya... sama seperti dulu, tak berubah, tak tergeser, hingga saat inipun, aku menyayanginya...

"Bening..." sebuah tangan menepukku lembut, aku tersentak. melihatnya sekilas kemudian tertunduk lagi

"Dengan Aa lagi...?" 

"Tidak, tidak, bukan" aku mencoba mengelak. menepis berbagai macam prasangka buruk yang nantinya akan memojokkan Aa. sebuah helaan nafas terdengar tepat di telingaku

"kamu kuat, kamu hebat! sesibuk apapun kamu akan selalu tampak tenang. sesakit apapun kamu akan tetap kamu tahan. sehebat apapun masalah kamu akan tetap dibawa tersenyum dan riang. cuma satu, hanya satu hal yang bisa membuatmu seperti ini... hanya satu orang Aa. bener!" nada suara terakhirnya seakan tak terima, menekan dengan segenap kekuatatan tak terlihat, melindasku dengan sebuah tanda seru telak, hingga aku sama sekali tak mampu menjawab. aku terdiam, tertunuk dalam, dalam sekali. dengan air mata yang sudah tak tahan lagi untuk aku tumpahkan

lagi-lagi dia menghela nafas, terdiam dalam geming yang menyeliuti kami. hingga beberapa saat kemudian dia menepuk tanganku, menggengamnya erat disana. aku menoleh memperhatikan kibaran kerudungnya, membalas menggenggam erat tangannya, sesaat kami hanya terdiam tanpa suara. aku menahan malu, mengingaty betapa selama ini akulah yang selalu menyediakan punggung untuknya, memberikan telinga tentang kesahnya...

"Bening... seperti yang selalu kau katakan selama ini padaku... menangislah, menangislah, karena menangis itu tidak apa-apa" dan akupun menangis, benar-benar mengeluarkan tuntas air mata yang tertahan beberapa bulan terakhir inbi. aku menangis...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar